Hari Valentine (bahasa Inggris: Valentine's
Day) atau disebut juga Hari
Kasih Sayang, pada tanggal 14 Februari adalah sebuah hari di mana para kekasih dan mereka yang
sedang jatuh cinta menyatakan cintanya di dunia barat.
Hari 'kasih sayang' yang dirayakan oleh
orang-orang Barat pada tahun-tahun terakhir disebut 'Valentine Day' amat
popular dan merebak di penjuru Indonesia bahkan di dunia. Lebih-lebih lagi
apabila menjelangnya bulan Februari di mana banyak kita temui jargon-jargon
(simbol-simbol atau iklan-iklan) tidak Islami hanya wujud demi untuk
mengekspos (mempromosi) Valentine. Berbagai bingkisan misalnya coklat, boneka dll dan tempat hiburan bermula dari pantai,
diskotik (disko/kelab malam), hotel-hotel, organisasi-organisasi maupun
kelompok-kelompok kecil; ramai yang berlomba-lomba menawarkan acara untuk
merayakan Valentine. Dengan dukungan (pengaruh) media massa seperti surat
kabar, radio maupun televisi ; sebagian besar orang Islam juga turut dicekoki (dihidangkan)
dengan iklan-iklan Valentine Day.
Sungguh merupakan hal yang menyedihkan tidak sepatutnya terjadi apabila
telinga kita mendengar bahkan kita sendiri 'terjun' dalam perayaan Valentine
tersebut tanpa mengetahui sejarah Valentine itu sendiri. Valentine sebenarnya
adalah seorang martyr (dalam Islam disebut 'Syuhada') yang kerana kesalahan dan
bersifat 'dermawan' maka dia diberi gelaran Saint atau Santo.
SEJARAH VALENTINE
Pada tanggal 14 Februari 270 M, St. Valentine
dibunuh karena pertentangannya (pertelingkahan) dengan penguasa Romawi pada
waktu itu iaitu Raja Claudius II (268 - 270 M). Untuk mengagungkan dia (St.
Valentine), yang dianggap sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan
dalam menghadapi cubaan hidup, maka para pengikutnya memperingati kematian St.
Valentine sebagai 'upacara keagamaan'. Tetapi sejak abad 16 M, 'upacara keagamaan' tersebut mulai beransur-ansur
hilang dan berubah menjadi 'perayaan bukan keagamaan'. Hari Valentine kemudian
dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut
“Supercalis” yang jatuh pada tanggal 15 Februari.
Setelah orang-orang Romawi itu masuk agama Nasrani (Kristian), pesta 'supercalis' kemudian dikaitkan dengan upacara kematian St. Valentine. Penerimaan upacara kematian St. Valentine sebagai 'hari kasih sayang' juga dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropah bahwa waktu 'kasih sayang' itu mulai bersemi 'bagai burung jantan dan betina' pada tanggal 14 Februari.
Dalam bahasa Perancis Normandia, pada abad pertengahan terdapat kata
“Galentine” yang bererti 'galant atau cinta'. Persamaan bunyi antara galentine
dan valentine menyebabkan orang berfikir bahwa sebaiknya para pemuda dalam
mencari pasangan hidupnya pada tanggal 14 Februari. Dengan berkembangnya zaman,
seorang 'martyr' bernama St. Valentino mungkin akan terus bergeser jauh
pengertiannya (jauh dari arti yang sebenarnya).
Manusia pada zaman sekarang tidak lagi mengetahui dengan jelas asal usul
hari Valentine. Di mana pada zaman sekarang ini orang mengenal Valentine lewat
(melalui) greeting card, pesta persaudaraan, tukar kado(bertukar-tukar memberi
hadiah) dan sebagainya tanpa ingin mengetahui latar belakang sejarahnya lebih
dari 1700 tahun yang lalu.
Dari sini
dapat diambil kesimpulan bahwa moment(hal/saat/waktu) ini hanyalah tidak lebih
bercorak kepercayaan atau animisme belaka yang berusaha merosak 'akidah' muslim
dan muslimah sekaligus memperkenalkan gaya hidup barat dengan kedok
percintaan(bertopengkan percintaan), perjodohan dan kasih sayang.
PANDANGAN ISLAM
Sebagai seorang muslim tanyakanlah pada diri
kita sendiri, apakah kita akan mencontohi begitu saja sesuatu yang jelas bukan
bersumber dari Islam ?
Mari kita renungkan firman Allah s.w.t.:
“ Dan janglah kamu megikuti apa yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya”. (Surah
Al-Isra : 36)
Dalam Islam kata “tahu” berarti mampu mengindera (mengetahui) dengan
seluruh panca indera yang dikuasai oleh hati. Pengetahuan yang sampai pada
taraf mengangkat isi dan hakikat sebenarnya. Bukan hanya sekedar dapat melihat
atau mendengar. Bukan pula sekadar tahu sejarah, tujuannya, apa, siapa, kapan (bila),
bagaimana, dan di mana, akan tetapi lebih dari itu. Oleh kerana itu Islam amat melarang
kepercayaan yang mendorong/mengikut kepada suatu kepercayaan lain atau dalam
Islam disebut Taqlid. Hadis Rasulullah s.a.w:“ Barang siapa yang meniru atau
mengikuti suatu kaum (agama) maka dia termasuk kaum (agama) itu”.
Firman Allah s.w.t. dalam Surah AL Imran (keluarga Imran) ayat 85 : “Barang
siapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-sekali tidaklah
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar